Jumat, 24 April 2009

Dinamika Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah

Oleh: Taufiqur Rahman


Perkembangan gerakan Muhammadiyah saat ini secara fisik dan kuantitatif sudah menunjukkan peningkatan yang sangat pesat. Secara organisatoris struktur organisasi Muhammadiyah telah tersebar di hampir seluruh penjuru tanah air, bahkan belakangan mulai marak perkembangannya di manca negara dalam bentuk Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM).

Dari sisi amal usaha perkembangannya juga tidak kalah menggembirakan. Meskipun banyak sekolah Muhammadiyah yang tutup, tetapi pertumbuhan amal usaha di berbagai bidang terutama di bidang pendidikan dan kesehatan terus mengalami peningkatan. Bahkan sidang tanwir Muhammadiyah tahun 2009 yang berlangsung di Bandar Lampung pada bulan Maret yang lalu mencatat banyaknya keinginan dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah untuk mendirikan perguruan tinggi di tempat masing-masing.


Munculnya semangat untuk mendirikan amal usaha ini disatu sisi merupakan sebuah fenomena yang menggembirakan, tetapi disisi lain juga memprihatinkan. Hal ini terjadi karena meskipun secara kuantitatif gerakan Muhammadiyah mengalami pertumbuhan yang terus meningkat, tetapi banyak pihak yang menilai ruh gerakan Muhammadiyah justru nampak semakin memudar. Amal usaha yang pada awalnya didirikan dengan orientasi kemanusiaan untuk menolong kesengsaraan umum sekarang lebih cenderung berorientasi material dan finansial.

Kemandirian yang dulu menjadi ciri utama lembaga-lembaga yang didirikan oleh Muhammadiyah sekarang juga nampak mulai melemah. Sehingga kemudian muncul anekdot yang menyatakan bahwa saat ini amal usaha Muhammadiyah telah kehilangan “amalnya,” yang menonjol hanya “usahanya” saja.


Stagnasi Gerakan Tajdid Muhammadiyah

Muhammadiyah memandang tajdid sebagai salah satu watak dari ajaran Islam. Tajdid dalam pandangan Muhammadiyah memiliki dua dimensi, yaitu dimensi pemurnian (purifikasi) dan dimensi peningkatan, pengembangan, modernisasi atau yang semakna dengan itu (dinamisasi). Dalam arti “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada Al-Qu’ran dan As- Sunnah Ash-Shahihah sedangkan dalam pengertian “peningkatan atau pengembangan” tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran, pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah.


Beberapa tahun belakangan ini kritik maupun otokritik mengenai stagnasi gerakan tajdid Muhammadiyah berhembus semakin kencang. Suara-suara kritis tersebut hampir senada menyatakan bahwa gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammadiyah selama hampir satu abad ini telah mengalami stagnasi dan belum beranjak dari ide-ide besar KH Ahmad Dahlan. Gagasan-gagasan seperti pelurusan arah kiblat, shalat hari raya di lapangan terbuka, khutbah jum’at dengan bahasa Indonesia atau bahasa daerah yang dirintis oleh generasi awal Muhammadiyah dan tercatat dalam keputusan-keputusan permusyawaratan di awal berdirinya Muhammadiyah, saat ini sudah dianggap suatu hal yang biasa.

Gagasan pendirian sekolah Islam modern, rumah sakit, rumah miskin dan rumah yatim yang dulu dikecam, dicemooh dan menjadi bahan tertawaan, sekarang sudah banyak diikuti dan diteruskan dengan lebih baik oleh organisasi-organisasi Islam lain. Pertanyaannya kemudian apakah ini merupakan sinyal bahwa tugas pembaharuan Muhammadiyah sudah selesai dan selanjutnya akan digantikan oleh organisasi lain? Ataukah Muhammadiyah masih bisa menunjukkan jati diri sebagai gerakan tajdid setelah melewati siklus 100 tahun dari awal kelahirannya? Tentu ini pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab. Jawabannya terletak pada kemampuan Muhammadiyah untuk memunculkan gagasan-gagasan pembaharuan jilid kedua yangbukan hanya melampaui gagasan KH Ahmad Dahlan tetapi juga mampu memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi umat manusia saat ini dan di masa yang akan datang.


Revitalisasi Gerakan Tajdid Muhammadiyah

Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Dr. H.M. Amien Rais, dalam berbagai kesempatan seringkali mengemukakan bahwa prinsip dari gerakan Muhammadiyah yang harus senantiasa kita kembangkan dan kita pelihara adalah semangat kepeloporan (pioneering spirit) yang telah dimulai oleh K.H. Ahmad Dahlan dengan sangat berani dan cerdas. Untuk itu arah gerakan tajdid (pembaharuan) dalam tubuh Muhammadiyah harus bersifat antisipatif dan berorientasi masa depan (future oriented) dalam menghadapi masalah-masalah yang dihadapi oleh bangsa Indonesia, umat Islam dan masyarakat dunia secara lebih luas.


Semangat kepeloporan tersebut tentunya tidak boleh berhenti pada inovasi yang telah dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan sejak awal abad ke- 20, tetapi harus nampak dan terus menyala sepanjang zaman dalam setiap aktivitas persyarikatan. Gerakan tajdid yang berdimensi purifikasi dan dinamisasi harus diaktualisasikan secara lebih nyata dan relevan dalam usaha memberikan solusi bagi persoalan yang dihadapi umat manusia di berbagai belahan dunia saat ini untuk membuktikan hakikat Islam sebagai rahmatan lil alamin.

Gerakan pemurnian yang dibutuhkan saat ini adalah meluruskan kembali niat pendirian amal usaha-amal usaha Muhammadiyah dengan mengembalikan kepada semangat awal pembelaan kaum miskin dan terbelakang yang didukung oleh dua daya gerak kerja kemanusiaan, yaitu altruisme (mengutamakan kesejahteraan/kepentingan orang lain diatas kepentingan diri sendiri) dan volunterisme (tindakan sukarela yang dilakukan berdasarkan pilihan dan tidak mencari keuntungan finansial).


KH Ahmad Dahlan adalah seorang altruis dan relawan (volunteer) sejati. Bahkan dengan gagasan PKO-nya (Penolong Kesengsaraan Oemoem) beliau dapat digolongkan sebagai seorang altruis inklusif yang melakukan gerakan kemanusiaan kepada siapa saja tanpa batasan primordial sebagai aktualisasi dari semangat rahmatan lil alamin. Sedangkan dimensi peningkatan atau pengembangan dapat diwujudkan dengan mengembangkan perguruan tinggi Muhammadiyah sebagai pusat keunggulan (center of excellence) gerakan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui kajian-kajian serius dan mendalam terhadap ayat-ayat semesta sebagaimana yang sudah didiskusikan dalam kajian putaran

pertama beberapa waktu yang lalu.


Semakin banyaknya kader-kader Muhammadiyah yang telah maupun sedang menuntut ilmu di berbagai negara yang saat ini menjadi pusat keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa optimisme bagi masa depan gerakan tajdid Muhammadiyah jika potensi yang dimiliki oleh kader-kader tersebut dapat dioptimalkan oleh Muhammadiyah. Jika revitalisasi gerakan tajdid pada dua dimensi tersebut diatas (purifikasi dan dinamisasi) dapat diwujudkan oleh Muhammadiyah, maka pada periode 100 tahun kedua yang akan datang, persyarikatan Muhammadiyah akan terlahir kembali menjadi sebuah gerakan kemanusiaan dan ilmu pengetahuan yang disegani dan diperhitungkan tidak hanya pada level nasional tetapi juga pada level internasional.

0 komentar:

Posting Komentar