This is default featured post 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Kamis, 26 Februari 2009

Pelantikan Pengurus MUI Depok

Jika tidak ada aral melintang hari sabtu, 28 Februari 2009, Pengurus Majelis Ulama Indonesia Kota Depok periode 2009 - 2014 akan dilantik. Pengurus MUI baru ini merupakan hasil Musda MUI yang telah diselenggarakan pada awal bulan februari lalu. dari unsur Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Depok, beberapa nama masuk menjadi angota MUI Depok diantaranya adalah Drs. H. Farkhan AR, Drs. H. Muhammad Muslim, H. Wazir Nuri, S.Ag., ditambah dengan 2 orang Ketua PC Muhammadiyah yaitu H. Idrus Yahya Ketua PCM Beji dan H. Muhammad, S.Ag. Ketua PCM Depok Barat, sedangkan dari Aisyiyah yang menjadi pengurus adalah Hj. Umi Kulsum dan Yenita Anwar.

selain pelantikan dijadwalkan pada hari itu juga dilaksanakan Rapat Kerja Daerah MUI Depok untuk membahas program kerja MUI. selamat berkhidmat untuk Ummat.

Rabu, 25 Februari 2009

SUSUNAN PERSONALIA PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH DEPOK

Susunan Personalia
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Depok
Periode 2005 - 2010
Drs. H. Farkhan AR Ketua PDM DEPOK
Drs. H. Muh. Muslim Wakil Ketua
H. Wazir Nuri, S.Ag. Wakil Ketua
DR. Ir. H. Muchdie, M.S. Wakil Ketua
DR. H. Hasan Rahmat Wakil Ketua
Drs. H. Mustafa WakilKetua
Drs. M. Achmadi Yusuf Sekretaris
Drs. Nasrudin Wakil Sekretaris
H. Tazmalluddin El-Daad, S.Ag. Wakil Sekretaris
Ir. H. SyamsulKamar, M.Sc. Wakil Sekretaris
Drs. H. Muhammadan Arifin, M.M. Bendahara
H. Zaenal Abidin, S.Ag. Wakil Bendahara
Drs. Syahminan Lubis Wakil Bendahara
Majelis- Majelis :
H. Kastubi, BA Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid
Dedie Suhadie, S.Ag. Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus
Drs. Daniel Fernandez, M.Si. Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
Drs. Mahmud Yunus Ketua Majelis Pendidikan Kader
Ir. H. Mahfudin, MM Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
H. Idrus Yahya Ketua Majelis Waka dan ZIS
Ir. Edi Irsan Siregar Ketua Majelis Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat


Selasa, 24 Februari 2009

Ujian Akhir Muhammadiyah Tahun 2009Tingkat Kota Depok

Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Daerah Muhammadiyah Depok menyelenggarakan pertemuan Guru AIK (Al-Islam Kemuhammadiyahan dan Bahasa Arab) untuk Tingkat SD/MI, SMP/MTs., SMA/MA se Kota Depok. kegiatan yang berlangsung pada tanggal 23 Februari 2009 bertempat di SMP Muhammadiyah 4 (Dalulu 2) Depok di Pimpinan Ranting Muhammadiyah Rawadenok, dalam kegiatan tersebut hadir Ketua Majelis Drs.Daniel ernandez, M.Si dan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Depok.
Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa pelaksanaan UAM Tahun 2009 menggunakan soal-soal dari Majelis DIKDASMEN Daerah Depok. soal dibuat dan disusun secara bersama diantara seluruh guru AIK se Depok.
pada kesempatan tersebut diakhir acara telah tersusun koordinator masing-masing tingkatan sekolah dan telah diselesaikan Tabel Distribusi soal, Kisi-Kisi ujian Muhammadiyah dan Kartu Soal. pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 07 maret 2009 di MTS Muhammadiyah 1 Depok.

Sabtu, 21 Februari 2009

Panti Asuhan Putera Muhammadiyah Depok membutuhkan bantuan anda

Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama,Itulah Orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin,maka kecelakaanlah bagi orang yang shalat, yaitu orang –orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat ria, dan enggan menolong dengan barang yang berguna

(Q.S. Al-Maun)

Bagi Muhammadiyah Surat Al-maun memiliki makna tersendiri disamping memiliki makna yang sama sebagaimana yang dipahami oleh ummat islam, makna tersendiri tersebut ada karena peristiwa yang terjadi saat KH. Ahmad Dahlan mengajarkan surat tersebut secara berulang-ulang dan terus menerus sehingga ada salah seorang muridnya merasa bosan dengan pengajian yang selalu membahas surah al-maun, kegelisahan dan kebosanan muridnya itu dijawab oleh KH. Ahmad Dahlan dengan sebuah pertanyaan ” Apakah Kamu telah mendirikan Panti Asuhan Anak Yatim? Sudahkah Kamu memberikan makan bagi Fakir Miskin? Pertanyaan-pertanyaan tersebut ternyata sangat menggugah dan telah menjelaskan makna surah Al-Ma’un secara mendalam dan menjadikan motivasi bagi Muhammadiyah untuk selalu berbuat dan beramal shaleh dalam bidang sosial terutama mendirikan Panti Asuhan Anak Yatim.

Apa yang digambarkan diatas merupakan spirit dan teologi Al-Ma’un. Sebuah teologi yang memberikan pandangan hidup kepada kita untuk selalu berbuat demi memberikan kesejahteraan bagi kaum dhu’afa, kaum miskin. Teologi terserbut dapat diimplementasikan dengan mendirikan Rumah Singgah, Rumah Asuh, Panti Asuhan bagi Anak-anak yatim. Panti Asuhan Anak Yatim, bagi Muhammadiyah bukanlah sebuah hal baru, karena sejak berdirinya Muhammadiyah sudah ratusan bahkan ribuan Panti Asuhan telah berdiri dan mengasuh anak yatim.

Muhammadiyah Kota Depok sejak lama telah melakukan pembinaan dan penyantunan kepada Anak Yatim, terutama dilakukan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah dan Aisyiyah. Namun demikian, Muhammadiyah Kota Depok masih merasa kurang maksimal untuk melakukan pembinaan dan penyantunan terhadap anak yatim tersebut. Amak dengan semangat itulah, Muhammadiyah Daerah Kota Depok mendirikan PANTI ASUHAN PUTERA MUHAMMADIYAH DARUL ILMI KOTA DEPOK Panti Asuhan Muhammadiyah berlokasi di ln. KH. Ahmad Dahlan No. 24 Beji Timur Beji Kota Depok Telp. (021) 7795953/7521715 Cp. 08128157354/0817845930 dan bantuan dapat disalurkan melalui Nomor Rekening Bank Mu'amalat Indonesia Cabang Depok 307.07218.22



Pembangunan Kantor PDM Depok Tahap 2

Setelah sekian lama bertahan pada lantai pertama, akhirnya dipenghujung bulan januari 2009, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Depok memulai pekerjaan pembangunan Gedung Kantor PDM lantai 2. pembangunan yang dilaksanakan menurut ketua panitia Pembangunan Drs.M. Achmadi Yusuf membutuhkan dana sebesar Rp. 153.000,000 (seratus lima puluh tiga juta rupiah) dan penyediaan sarana prasarana kantor Rp. 29.750.000,00 sedangkan dana yang ada di Kas Panitia Pembangunan sebesar Rp. 100,000,000 (seratus juta rupiah). hingga saat ini pengerjaan Gedung Kantor PDM Depok Tahap kedua sudah mencapai 50%, pembangunan Gedung Kantor insya Allah akan selesai pada bulan april 2009,mudah-mudahan cepet selesai,ya Amien.
Nah, biar cepet selesai bangunannya, Ayo sebagai warga/simpatisan Muhammadiyah kota depok dan seluruh indonesia, mari kita bantu pembanggunan gedung kantor Muhammadiyah Depok agar cepat selesai. Amien.

Hari Sabtu, 6 Desember 2008 yang bertepatan dengan 8 Dzulhijjah 1429, Muhammadiyah genap berusia 99 tahun (menurut perhitungan hijriyah). Di Depok ini disyukuri dengan penyelenggaraan beberapa acara yang dirancang oleh PDM Kota Depok. Acara yang paling gress adalah Gerak Jalan Santai warga Muhammadiyah Kota Depok, yang startnya dilepas oleh Walikota Depok, Dr. Ir. H. Nur Mahmudi Ismail, MSc di halaman Balaikota dan finishnya di Kompleks Perguruan Muhammadiyah Beji Timur.

Iring-iringan mulai dari rombongan Ketua PDM yang didampingi oleh Walikota, tokoh-tokoh masyarakat dan politisi yang warga Muhammadiyah. Ada M. Hasbullah Rachmad, Ketua DPD-PAN Kota Depok, ada juga Heri Solahudin Ketua DPD-PMB, sejumlah caleg baik untuk DPRD-Kota Depok, DPRD-Provinsi dan bahkan DPR-RI. Ada juga tokoh Muda Depok, Pradi Supriatna, yang anak didik sekolah Muhammadiyah. Sayang, pak Walikota tidak bisa ikut sampai ke finish karena masih harus menghadiri acara yang lain.

Rombongan berikut adalah pasukan drum-band MTs Muhammadiyah 01 Depok, dan pembawa 99 Bendera Muhammadiyah. Diikuti oleh pasukan Tapak suci. Rombongan pawai diperkirakan panjangnya mencapai 1 km lebih dan ada yang memperkirakan jumlah warga yang ikut pawai lebih dari 3000 orang (Gak tau persisnya berapa, soalnya gak ada yang ngitung).

Setelah melalui rute pawai : Balaikota-Margonda-Arief Rahman Hakim, memutar ke arah Moch.Ridwan Rais, menuju KHA Dahlan-Halaman Mesjid At-Taqwa, para peserta disambut oleh tuan rumah PRM-Beji Timur dan murid-murid MI-Muhammadiyah 01 Depok, peserta beristirahat sejenak dengan menyaksikan atraksi-atraksi oleh para siswa. Ada atraksi dari Pandu HW dan juga Paskibra SMP-Muhammadiyah O4 Depok. Acara selain diisi dengan Pidato Milad oleh Ketua PDM-Kota Depok, juga Tauziah oleh Ust. Satiri dari BinRoh RSI-Jakarta.

Acara juga dimeriahkan dengan pemberian “door-prize” yang merupakan kontribusi dari warga Muhammadiyah Kota Depok. Sebagian besar adalah para caleg, walaupun panitia tidak menyebutkan siapa caleg dari mana. Ini lebih pada menjaga etika saja. Tapi warga Muhammadiyah yang cerdas paham akan hal ini.

Menjelang Dzhuhur acara belum selesai. Padahal dirancang agar acara selesai sebelumnya. Apa boleh buat, acara ditunda dulu; tapi hadirin sudah terlanjur bubar. As a whole, acara boleh dibilang sukses, sesuai dengan tujuan yang telah dirancangnnya. Atas nama Panitia, saya menyampaikan terima kasih kepada beberbagai pihak yang telah memberikan kontribusi atas suksesnya acara ini. Secara khusus kepada Walikota Depok dan jajarannnya, para kontributor dan donatur, para pimpinan sejak ranting-cabang-daerah baik Muhammadiyah sebgai organisasi induk, maupun organisasi otonomnya, warga Muhammadiyah, siswa-guru dan kepala sekolah Muhammadiyah, mulai SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA. Lebih khusus kepada Panitia yang telah bersusah payah merancang, menyiapkan dan melaksanakan acara ini. TERIMA KASIH dan MOHON MAAF atas segala KEKURANGAN.

Masih ada beberapa acara lagi dalam rangkaian Milad Muhammadiyah 99, seperti Rapat Kerja Pimpinan (4 Januari 2009) dan Peletakan Batu Pertama pembangunan Tahap-2 Gedung Kantor PDM Kota Depok.

Riwayat Pendiri Muhammadiyah Depok (KH. M. Usman)

K.H.M. USMAN

Jejak langkah dan Perjuangannya

MASA KECIL

Beliau dilahirkan pada tanggal 6 Juni 1918 di Kukusan, sebuah kampung kecil di kecamatan Depok yang terletak di ujung utara propinsi Jawa Barat, berbatasan dengan Daerah Khusus Ibukota DKI Jakarta. Ayahnya bernama Disan yang wafat ketika ia berusia masih sangat kecil, sehingga ia tak pernah mengenal wajah ayahnya. Ibunya bernama Nebah, tetapi lebih dikenal dengan panggilan Mak Sadi. Sadi adalah nama anak-laki-lakinya yang tertua. Kebiasaan pada waktu itu memanggil nama seseorang dengan nama anaknya yang sulung. Diantara saudara-saudaranya yang berjumlah lima orang, Usman merupakan anak bungsu.

Nama asli beliau adalah Muthalib Usman disingkat M. Usman. Akan tetapi masyarakat luas jarang yang mengetahui kepanjangan dari initial ‘M’ tersebut. Umumnya masyarakat mengenalnya dengan nama ‘Muallim’ Usman. Sepulang dari menunaikan ibadah haji, nama lengkap beliau adalah K.H.Muthollib Usman.

Sejak kecil ia sudah yatim. Ia tak ingat bagaimana wajah ayahnya. Hanya menurut cerita ibunya, ayahnya adalah seorang lelaki yang gagah dan teguh pendirian , namun berhati lembut. Sejak kecil ia tak pernah merasakan bagaimana rasanya hidup bersama ayah. Ia hanya bisa memandang dengan sendu bagaimana teman-temannya yang sebaya bergelayutan di lengan ayahnya sambil merengek manja dengan penuh kebahagiaan. Namun ia tak pernah mengalami kebahagiaan seperti yang dialami teman-temannya itu.

Ibunya adalah seorang perempuan bertubuh kecil tetapi tabah dan giat bekerja untuk menghidupi keluarga, sekalipun dalam keadaan yang sangat sulit. Ia berusaha bekerja di rumah , beternak ayam dan itik. Terkadang ia mencangkul di kebun untuk ditanami sayur-sayuran dan buah-buahan. Anak-anaknya yang sudah agak dewasa membantunya dengan turut mencari nafkah bekerja di Jakarta. Dapat dibayangkan betapa sulitnya keadaan pada masa itu. Lebih-lebih bagi seorang wanita yang separuh hidupnya dijalaninya tanpa didampingi seorang suami.

Usman kecil bekerja membantu ibunya di rumah. Beberapa tahun lamanya ia membantu mengembalakan kerbau milik seorang tetangganya bernama pak Saji. Sebagai upahnya Usman kecil diizinkan untuk menumpang makan di rumahnya. Dan seekor anak kerbau kerbau kecil dihadiahkan kepada Usman, setelah ia bekerja menggembalakan kerbau beberapa tahun lamanya.

PRIBADI KHM. USMAN

Masih terbayang di pelupuk mata bagaimana raut wajahnya yang jernih, caranya berjalan, berbicara, mengucapkan pidato-pidatonya, serta caranya berpakaian. Dalam berpakaian ia selalu nampak rapih dan bersih. Tak jarang ia mengenakan jas dan dasi dalam acara-acara tertentu. Penampilannya yang selalu rapih dan necis itu dapat menutupi segala kekurangannya di bidang materi yang selalu menjadi menu hidupnya sehari-hari.

Sejak mudanya, sosok KHM. Usman adalah adalah pribadi yang hangat, ramah dan bersahabat dengan siapapapun. Dia berkawan dengan semua orang tanpa mengenal batas usia. Kepada yang lebih tua tampak sekali hormatnya, dan kepada yang lebih muda ia sangat menghormati dan menghargai. Senyumannya yang khas dan dan sikapnya yang tidak membeda-bedakan siapapun yang dihadapinya, membuat ia banyak kawan, sekalipun ada juga orang yang tidak senang kepadanya karena perbedaan pandangan dan keyakinan. Tetapi semuanya itu itu dihadapinya dengan senyumannya yang khas dan sikapnya yang amat bersahabat.

Seorang temannya pernah berceritera kepada penulis, betapa dia pada awalnya sangat membenci pribadi KHM Usman, karena dalam ceramah-ceramahnya sering mengungkapkan masalah judi. Rupanya teman itu merasa terganggu dengan kehadiran KHM Usman karena ia adalah penggemar judi. Tetapi belakangan teman itu bahkan menjadi sahabatnya yang setia yang rela mengorbankan harta benda dan tenaganya untuk keperluan perjuangan di masyarakat.

Adapun keluhuran budi dan kebersihan hati K.H.M. Usman agaknya tak perlu diragukan lagi. Semua orang yaang mengenal beliau, entah itu seorang pelajar, seorang pedagang, seorang pejabat ataupun seorang awam, mengakui hal itu.

PENDIDIKANNYA

Pendidikan formal KH. M. Usman hanyalah kelas lima sekolah rakyat di Lenteng Agung. Pengajian keagamaan dijalaninya dengan mengaji di kampung-kampung. Sejak kecil ia sudah rajin mengaji. Hampir setiap sore seusai menggembalakan kerbau ia mengaji Qur’an di rumah seorang guru bernama H. Koja. Karena bacaannya yang cukup baik seringkali ia ditugaskan menjadi asisten guru ngaji, bahkan kadang-kadang dipercayakan sebagai imam shalat.

Disamping itu ia gemar membaca buku dan rajin mendatangi guru-guru agama dan mengikuti pengajian-pengajiannya. Di Jakarta ia pertama kali berkenalan dengan H. Hamidullah yang pada waktu itu berdagang buku-buku agama. H. Hamidullah kemudian menjadi sahabatnya yang akrab, khususnya di bidang da’wah. Kemudian ia berkenalan dan mengaji kepada Ustadz Mohd. Ali Al-Hamidy, seorang ulama yang berfaham modern dan waktu itu menerbitkan serial Khutbah Jum’at yang dicetak dengan huruf arab-melayu dan diterbitkan seminggu sekali. Disamping itu Usman yang sudah remaja itu mengaji kepada guru-guru lain yang kesemuanya itu menempanya menjadi pribadi yang menjadikan da’wah sebagai sarana perjuangannya.

Kegemarannya membaca terus dipupuknya sampai usia lanjut. Beberapa tahun menjelang wafatnya, ketika kedua mata beliau tak lagi berfungsi dengan baik, beliau masih berusaha untuk membaca. Seringkali anak-anak atau cucunya dimintanya membacakan suatu buku dan dia mendengarkannya dengan penuh perhatian. Ruang tamunya penuh dengan buku-buku yang dibelinya dengan menyisihkan uang belanja keluarga.

MENJALANI HIDUP BERUMAH TANGGA

Roda dunia terus berputar. Tak terasa Usman sudah tumbuh menjadi seorang remaja. Kehidupan yang sulit telah mngajarkannya akan sikap prihatin. Masa remajanya banyak dilalui di tempat-tempat pengajian dan di mesjid desa yang terletak cukup jauh dari rumahnya.

Sebagai remaja yang beranjak dewasa ia mulai berfikir untuk hidup berumah tangga. Seorang dara mungil adik dari salah seorang teman mengajinya, dilamarnya sebagai isteri. Dengan bermodalkan uang tiga ringgit hasil penjualan seekor kerbau, ia melaksanakan perkawinannya dengan seorang gadis bernama Jumi. Kerbau yang dijualnya itu adalah hasil kerja kerasnya selama membantu menggembalakan kerbau milik pak Saji. Sebagai buah hasil perkawinannya dengan istrinya Jumi, lahir delapan anak yang terdiri dari enam putera dan dua orang puteri, yaitu: Wazir Nuri (sekarang Pensiunan Pengawas Pendidikan Agama Islam di Kabupaten Bogor), Mohammad Karta (Pengawas Pendidikan Agama Islam di Jakarta Selatan), Sukarni (Kepala TK. Aisyiyah) Kukusan) , Zaenal Arifin (wafat ketika berusia dua tahun), Zaenal Abidin (sekarang Kepala MTs. Muhammadiyah Kukusan), Rodjanah (lama mengikuti suami bertugas di Irian Jaya), Darus Solihin (guru Bahasa Inggris di SLTP 141 Ciganjur Jaksel), dan Syamsul Alam (Wiraswasta).

Kehidupan selanjutnya dilaluinya dengan penuh suka dan duka. Istrinya yang sangat dicintainya itu ternyata seorang wanita penyabar yang mau diajak menderita. Kehidupan yang sulit ternyata tak membuatnya mengeluh , malah acapkali ia turut memberikan semangat hidup yang sangat membesarkan hati suaminya. Tak tampak wajah muram sekalipun dalam suasana yang sesulit apapun. Dia merupakan obat penawar bagi suaminya terutama ketika menghadapi masa-masa sulit. Sampai akhir hayatnya pada tanggal 14 September 1979, akibat penyakit yang selama bertahun-tahun dideritanya, ia tetap dengan setia mendampingi suaminya.

Sepeninggal isterinya, KHM. Usman kawin dengan seorang wanita berasal dari Palopo Sulawesi Selatan bernama Yasih Rotasih. Bersama istrinya yang kedua itu beliau tinggal di komplek perumahan (Perumnas) di Depok I sampai akhir hayatnya.

Kehidupan Usman muda memang penuh variasi. Sejak sebelum berumah tangga ia sudah membantu mengajar di sebuah madrasah kecil yang awalnya merupakan pengajian anak-anak yang dipimpin oleh Haji Mustofa yang dikenal juga dengan sebutan Haji Gambek. Bangunan madrasah masih sangat sederhana, terdiri dari tiang kayu yang kasar dan berdinding bambu. Bangkunya pun terdiri dari bambu bulat yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat diduduki, dan mejanya terbuat dari papan kasar yang dipakukan pada sebatang bambu. Waktu itu madrasah dipimpin oleh Dahlan Rowi, seorang pendatang dari Jakarta. Dahlan Rowi tinggal di Jakarta, karena itu ia tak dapat menekuni madrasah setiap hari. Ia hanya datang ke madrasah seminggu sekali atau dua minggu sekali. Kadang-kadang lebih dari satu bulan ia tak sempat datang ke madrasah. Urusan sehari-hari madrasah ditangani oleh guru-guru muda yang mau bekerja keras sekalipun tanpa imbalan yang layak. Diantaranya adalah adalah seorang yang sudah agak senior yaitu Syuaib Al-Wahidi dan Mutholib Usman sendiri.

Suatu ketika ia dipanggil oleh pengurus madrasah. Tanpa alasan yang jelas ia diberhentikan sebagai guru pada madrasah yang ia cintai itu. Hatinya sedikit terpukul menghadapi kenyataan itu. Ketika itu usia perkawinannya telah beberapa tahun, dan dua anak laki-laki sebagai buah perkawinannya telah lahir.

Ia berangkat ke Jakarta mencari pekerjaan untuk menghidupi isteri dan kedua anaknya. Diawali dengan berdagang es, pahitnya kehidupan kota Jakarta mulai ia rasakan. Pernah ia mencoba untuk menjadi tukang pencukur rambut dan sesekali ikut saudara iparnya bekerja sebagai tukang potret keliling. Beberapa tahun ia tainggal di Jakarta menumpang di rumah tempat kakaknya mengontrak, yang telah lebih dahulu tinggal di sana. Seminggu sekali ia pulang ke Kukusan menjenguk istri dan anak-anaknya yang sangat dicintainya.

Adapun keadaan madrasah di kampung sejak ditinggalkannya ke Jakarta ternyata tidak mengalami kemajuan. Madrasah tersebut pada akhirnya nyaris bubar dan tak dapat di pertahankan lagi.

Suatu ketika pengurus madrasah yang nyaris bubar itu datang dan memintanya untuk mengajar kembali di madrasah. Usman tidak segera mengabulkan permintaan itu. Bukan ia tak mau, tetapi ia khawatir kenyataan pahit yang dialaminya dahulu akan terulang lagi. Tetapi ketika pak Towih dan kawan-kawannya selaku pengurus memberikan jaminan bahwa kasus yang lalu tidak akan terulang lagi, iapun menyanggupi untuk kembali memimpin madrasah. Masih teringat ia akan kata-kata pak Towih ketika itu: “Kalau bukan elu yang nerusin usaha ini, siapa lagi yang bisa diharap”. Dengan “Bismillah”, iapun menerima permintaan pengurus madrasah itu untuk mendarmabaktikan hidupnya dalam bidang pendidikan.

MEMIMPIN MADRASAH

Tanggal 12 April 1942. Tanggal itu mempunyai arti tersendiri bagi pribadi pemuda bernama Mutholib Usman itu. Pada tanggal 12 April itu ia kembali ke madrasah yang dicintainya, setelah dicampakkan orang beberapa tahun lamanya. Ia kembali memimpin madrasah yang nyaris bubar itu, sekalipun secara ekonomi , kembalinya ia ke madrasah itu tidak mempunyai keuntungan materi yang berarti. Akan tetapi secara idealisme, ia seakan-akan memperoleh semangat baru untuk menggapai cita-citanya.

Dengan modal sebelas orang murid dan dengan bangunan sederhana yang didirikan di atas tanah milik Bapak Abdullah, mulailah ia menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya, membangun kembali madrasah dari puing-puing yang sudah hancur berantakan. Alhamdulillah, di tangannya madrasah mulai berkembang maju. Murid-muridnya datang dari berbagai pelosok kampung di sekitar Kukusan antara lain: Beji, Tanahbaru, Serengseng, Pondokcina, Kampungsawah, dan sebagainya.

Suatu ketika pak Abdullah tidak lagi mengizinkan tanahnya digunakan untuk kepentingan madrasah dan mesjid, sehingga diputuskan untuk memindahkan lokasi madrasah dan mesjid ke tempat lain. Dengan kerja keras yang tak mengenal lelah, pengurus dan pimpinan madrasah berhasil mengumpulkan dana untuk membebaskan se bidang tanah. Di atas tanah itu, didirikan madrasah dan mesjid. Di kemudian hari madrasah dan masjid itu berkembang menjadi SD. Muhammadiyah dan Masjid Al-Mujahidin yang berlokasi di Jl. KHA. Dahlan Kelurahan Kukusan Kecamatan Beji Kota Depok.

Perlu diceriterakan bahwa selama pembangunan gedung, kegiatan madrasah dilaksanakan di emperan rumah pak Jeran dan di rumah M. Usman sendiri. Rumah beliau pada waktu itu telah pindah dari tempat yang lama yang terletak di pinggir sawah. Lokasi rumah baru itu terletak agak ke atas dari rumah yang lama yang terletak di pinggir sawah. Lokasi rumah baru itu terletak agak ke atas dari rumah yang lama, di tepi sebuah jalan desa. Tanah itu dibelinya dari pak Sainun.

Adapun teman-teman yang aktif dalam membantu kegiatan-kegiatan di masyarakat, antara lain: Pak Jeran, Pak Tomplek, Pak Towih, Pak Namin, Pak Sanim, Pak Raisan, pak Kosim, dan lain-lain. Dari kalangan muda yang turut aktif sejak masa itu, antara lain: Muhammid, Mochamad Nuch, Muhammad Kirin, Maad Zainuri, M. Noernadie, Juhriadi. Dan banyak lagi kawan-kawan lain. Baik dari kalangan tua maupun angkatan muda, yang tak dapat disebutkan satu persatu. Dan tentu saja tak dilupakan jasa istri dan anak-anaknya yang turut membantu perjuangannya. Bersama merekalah KHM. Usman berhasil mengubah wajah kampung Kukusan yang semula merupakan lahan yang subur bagi perbuatan maksiat, perjudian , dan perbuatan-perbuatan bid’ah, khurafat , dan tahayul, di ubah menjadi kampung santri yang disegani oleh kampung-kampung sekitar. Upacara walimah perkawinan yang biasanya diwarnai dengan perjudian dan tontonan-tontonan, diganti dengan acara pengajian-pengajian dan ceramah-ceramah keagamaan.

Dalam perkembangan selanjutnya atas prakarsa beliau bersama teman-teman pengurus Muhammadiyah , pernah didirikan sekolah lanjutan tingkat menengah, yaitu : Pendidikan Guru Agama (PGA) Muhammadiyah yang berlokasi di ibukota kecamatan Depok. Sayang sekolah itu tidak berusia lama. Karena kekurangan dana dan belum adanya gedung yang representatif akhirnya sekolah tersebut bubar. Sekolah lanjutan lain yang turut dirintisnya adalah : SMP Muhammadiyah di Beji Timur dan Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah di Kukusan.

PENGABDIAN KHM USMAN DI MASYARAKAT

Selain memimpin madrasah, Usman muda termasuk type orang yang tak pernah kenal lelah dalam perjuangan, baik perjuangan di lingkungan pendidikan maupun di lingkungan masyarakat pada umumnya. Hampir tak ada waktu yang kosong dari kegiatannya di bidang kemasyarakatan. Siang hari digunakannya untuk mengajar di madrasah atau mengisi pengajian rutin di kalangan ibu-ibu. Di malam hari mengisi pengajian rutin kaum bapak dan para pemuda. Disamping itu beliaupun aktif mengisi kegiatan ceramah keagamaan, baik di lingkungan desa Kukusan maupun desa-desa yang berada di sekitarnya. Desa-desa lain pun sering mengundangnya baik dalam acara-acara rutin maupun dalam acara-acara insedental, seperti acara perkawinan, khitanan dan lain-lain. Desa-desa lain yang sering dikunjunginya antara lain: Desa Pondokcina, Desa Beji , Desa Rangkapanjaya, Desa Pancoranmas, dan desa-desa lain, baik yang berada di wilayah kecamatan Depok, maupun di luar kecamatan Depok. Kegiatan pengajian di tempat-perkawinan dan khitanan itu, merupakan salah satu bukti keberhasilan perjuangan beliau di bidang kemasyarakatan. Sebelum itu, kegiatan-kegiatan dalam pesta perkawinan/khitanan/hajatan tersebut, senantiasa diisi dengan kegiatan hiburan yang biasanya berlanjut dengan kegiatan perjudian dan tindak kemaksiatan.

Perhatian beliau dalam bidang kemasyarakatan sangat besar. Puluhan kelompok pengajian di berbagai tempat telah dirintisnya dan kemudian dibinanya dengan penuh ketekunan. Pembinaan kaum ibu dan generasi muda merupakan salah satu prioritas dalam kegiatannya. Dari kalangan pemuda itulah kemudian muncul kader-kader yang melanjutkan perjuangannya. Tak bosan-bosannya beliau membangkitkan semangat kepada kaum muda untuk maju. “Belajar, dan sekali lagi belajar. Tak ada kata terlambat dalam belajar dan menuntut ilmu”, demikian senantiasa beliau berpesan kepada murid-muridnya.

Usman muda memang termasuk orang yang supel dan luwes dalam pergaulan. Senyumannya yang khas dan penuh keikhlasan, ditambah dengan keteguhannya dalam mempertahankan prinsip, menambah daya tarik dan kecintaan murid-murid dan dan pengikut-pengkutnya.

Mengenai senyuman khasnya ini, Pak Sanim, teman seperjuangan beliau pernah berceritera kepada penulis. “Keistimewaan Bapak ( KHM Usman. Pen.) yang paling hebat adalah senyumannya yang khas itu.” Pak H. Ilyas seorang tokoh dari Serengseng Pondokcina, semula adalah orang yang sangat membenci KHM Usman. Setiap kali KHM Usman datang ke Serengseng, H. Ilyas menyambutnya dengan sinis dan penuh kebencian. Tetapi Usman muda itu tak menjadi marah atau keki. Sambutan dan sinis dan penuh kebencian itu itu dibalas oleh KHM Usman dengan senyuman dan sikap yang ramah. Sikapnya yang seperti itu ternyata telah meluluhkan hati H. Ilyas dan kemudian malah menjadi pendukungnya yang setia.

Seperti disebutkan di atas, Usman muda memang termasuk type orang yang supel dalam pergaulan, baik di lingkungan teman-temannya, murid-muridnya.Selain itu beliaupun menjalin hubungan yang akrab dengan pemerintahan setempat. Dimasa-masa revolusi fisik, yaitu masa-masa penegakkan kemerdekaan, pemuda Usman turut berjuang bersama para pemuda lainnya dalam kegiatan perjuangan membela kemerdekaan. Pemerintah Republik Indonesia cq. Menteri Pertahanan Keamanan, mengakui dan mengesahkan perjuangan beliau sebagai “VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN RI” dengan Surat keputusan Nomor: Skep/3602/XII/1993, tertanggal 27 Desember 1993, dengan NPV. : 9.117.366.

Dimasa Pondokcina berstatus sebagai kecamatan, yang wilayahnya mencakup Pondokcina sampai ke kampung Limo Sawangan, beliau pernah aktif sebagai tangan kanan Camat pada waktu itu yang dijabat oleh pakSinda. Hampir semua urusan administrasi dan kebijakan-kebijakan kecamatan pada waktu itu, diserahkan kepada Usman. Bahkan stempel kecamatan pun seringkali berada di rumah kediamannya, atau di sakunya. Dengan statusnya sebagai pembantu utama Camat, beliau seringkali mendapat tugas-tugas khusus, diantaranya mencari beras untuk kepentingan masyarakat ke Purwakarta, dan membagi-bagikan uang republik kepada masyarakat, dan lain-lain. (Seperti yang diceriterakan dalam bagian lain catatan ini, dalam Bab: Peristiwa-peristiwa yang mengesankan).

Dalam memberdayakan ekonomi masyarakat, KHM Usman pernah merintis dan memimpin sebuah koperasi serba usaha. Kegiatan koperasi ini cukup berhasil dan diakui oleh pemerintah dan berstatus sebagai badan hukum. Sayang usaha koperasi ini tidak berkelanjutan. Terakhir, kegiatan koperasi ini berlokasi di perempatan Kukusan, sehingga lokasi tersebut populer dengan nama Perempatan Koperasi. (kini dikenal dengan perempatan gas alam Pertamina: perempatan Jalan Raya Kukusan yang menuju ke Beji, ke Tanah baru, dan ke arah Kelurahan / Kampus UI. Masih banyak yang menenyebutnya Perempatan Koperasi ).

Kegiatan beliau dibidang kemasyarakatan dan keagamaan itu, menyebabkan gelar Kiyai dilekatkan kepada pria yang berkulit putih dan selalu tampil necis itu. Beliau merupakan tokoh masyarakat yang disegani dan tokoh perintis organisasi Muhammadiyah di Depok. Selama beberapa periode beliau memimpin Muhammadiyah Cabang Depok. Ketika kecamatan Depok berkembang menjadi Kota Administratif, beliau merintis berdirinya Daerah Muhammadiyah Kota Depok, dan menjadi Ketua Umum pada periode-periode awalnya. Hubungan beliau dengan sesama ulama, baik dari kalangan Muhammadiyah maupun dari kalangan non Muhammadiyah terjalin akrab dan saling menghormati. Bahkan jabatan sebagai Ketua Umum Majlis Ulama Indonesia (MUI) Kota Administratif Depok, pernah dipegangnya.

PERKENALANNYA DENGAN MUHAMMADIYAH

Hubungan baiknya dengan sahabatnya sekaligus gurunya Syu’aib Al-Wahidi yang berasal dari Tomang Jakarta, menyebabkan ia berkenalan dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah di Jakarta. Ketika berlangsung Mu’tamar Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto pada tahun 1953, Usman hadir sebagai peninjau. Kehadirannya di Mu’tamar ke 32 tersebut menyebabkan ia lebih mengenal lagi persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan oleh KHA Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta itu. Sepulangnya dari Mu’tamar, ia mendirikan ranting Muhammadiyah di Kukusan yang merupakan bagian dari Grup Muhammadiyah Tanah Abang Jakarta.

Sebagai pimpinan Muhammadiyah, ia mulai aktif mengisi pengajian-pengajian di berbagai tempat di Kukusan dan kampung-kampung sekitarnya. Dari pengajian-pengajian yang dipimpinnya itu, berdirilah Muhammadiyah di Serengseng dan Bojong Pondokcina. Serengseng adalah cikalbakal dari ranting Muhammadiyah yang sekarang berada di Beji Timur.

Perlahan-lahan tapi mantap, Muhammadiyah mulai dikenal orang. Nama M. Usman identik dengan Muhammadiyah, sehingga semua pengajian-pengajian yang dipimpinnya disebut orang pengajian Muhammadiyah. Sehingga pada suatu waktu diawal tahun 1952, di kecamatan Depok ada pergantian camat. Camat yang baru itu bernama Bapak Kamaluddin, orang Muhammadiyah yang berasal dari Jasinga. Muhammadiyah di Depok seakan-akan mendapat suntikan semangat baru. Dengan upaya keras kedua beliau – M. Usman dan Pak Kamaluddin – berdirilah Muhammadiyah Cabang Depok dengan disaksikan oleh Konsul Muhammadiyah Daerah Bogor, Kamil Yamil, bertempat di Kantor Pemerintah Kecamatan Depok. Muhammadiyah Cabang Depok pada waktu itu baru memiliki dua ranting, yaitu ranting Kukusan dan ranting Serengseng. Adapun susunan pengurus Muhammadiyah Cabang Depok periode awal itu adalah sebagai berikut:

Ketua : Kamaluddin (Camat Depok)

Wakil Ketua : M. Usman

Sekretaris : Rainan (Juru tulis Camat Depok)

Bendahara : M. Nasir

Komisaris: : Abdul Kholik (Opas Camat Depok).

Sayang pak Kamaluddin tidak lama bertugas di Depok, karena tak lama kemudian beliau ditugaskan ke tempat lain. Dengan demikian di tangan M. Usman lah terletak maju mundurnya Muhammadiyah Cabang Depok yang sudah dideklarasikan itu. Muhammadiyah Cabang Depok selanjutnya berkedudukan di Kukusan, dan mendapat surat pengesahan dari Pengurus Besar Muhammadiyah dengan Surat Keputusan (SK) Nomor: 1514/A Tanggal : 19 Rabiulawal 1381 H / 30 September 1961 dan selama beberapa periode diketuai oleh KHM. Usman.

Selanjutnya Muhammadiyah berkembang ke Depok Barat yaitu Rawadenok dan sekitarnya. Dari perkenalan dan persahabatannya dengan M. Awab Usman dan pemuda M. Syamsuddin, berdirilah ranting Muhammadiyah di Rawadenok, Cipayung, Pulo, Parungbingung , Meruyung dan Jemblongan. Dengan berdirinya komplek perumahan PERUMNAS di Depok, berdiri pula ranting Muhammadiyah Depok Baru yang dirintis oleh Bapak A.R. Muchtadi (Almarhum).

Pada perkembangan berikutnya, dengan diresmikannya Depok sebagai Kota Administratif, berdirilah Daerah Muhammadiyah Depok yang memiliki empat cabang, yaitu: Beji, Depok Barat, Pancoranmas, dan Cimanggis/ Sukmajaya. Cabang Beji, Depok Barat dan Pancoranmas adalah adalah pengembangan / pemekaran dari Cabang Muhammadiyah ex Kecamatan Depok. Sedangkan Cabang Cimanggis/ Sukmajaya, telah berdiri sebelum pemekaran Cabang Depok yang sebelumnya merupakan binaan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Bogor. Dengan masuknya Kecamatan Sawangan ke dalam wilayah Kota Depok, diharapkan Cabang Muhammadiyah Sawangan yang semula merupakan binaan Daerah Muhammadiyah Jakarta Selatan, dapat bergabung dengan Daerah Muhammadiyah Kota Depok.

Muhammadiyah Daerah Depok berdiri pada tahun 1990, dengan SK Pengesahan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: 36/PP/1990 tanggal 21 Jumadil awal 1411 H bertepatan dengan tanggal 8 Desember 1990, serta SK Pimpinan Pusat tentang pengesahan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Nomor: A-2/SKD/485/85-90 tanggal 21 21 Jumadilawal 1411 H / 8 Desember 1990, dengan susunan pengurus sebagai berikut:

Ketua : KH.M.Usman

Wakil Ketua I : Drs. H. Farkhan AR

Wakil Ketua II : H. M. Syamsuddin

Sekretaris : Drs. M. Achmadi Yusuf

Wk. Sekretaris : Zaenal Abidin, BA

Anggota-anggota : HM. Awab Usman, Drs. Muh. Muslim,

H.Kastubi, BA, Wazir Nuri , Syamsuddin

MN, dan Yus Rusdi, Bc.Hk.

Pada periode berikutnya beliau terpilih kembali sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Depok periode 1990-1995. Tetapi mengingat usia beliau yang sudah lanjut dan beliau menginginkan tampilnya tenaga-tenaga muda yang akan melanjutkan ekstafet perjuangan, beliau tidak bersedia menjadi Ketua , namun nama beliau tetap dimasukkan ke dalam susunan pengurus sebagai Wakil Ketua I, sedangkan jabatan Ketua dipercayakan kepada tenaga muda yaitu Drs. H. Farkhan AR.

Susunan lengkap Pimpinan Daerah Muhammadiyah Depok periode 1990-1995 adalah sebagai berikut:

Ketua : Drs. H. Farkhan AR

Wakil Ketua I : K.H.M. Usman

Wakil Ketua II : H.M. Syamsuddin

Sekretaris : Drs. M. Achmadi Yusuf

Wk. Sekretaris : H. Zaenal Abidin, BA

Bendahara : H. Wazir Nuri

Anggota-anggota : Drs. H. Muh. Muslim, H. Kastubi, BA, H. M. Awab

Usman, Syamsudin MN, dan Sa’dun Shaleh, BA.

Demikianlah hubungan antara KHM Usman dengan Muhammadiyah Depok seolah-olah tak dapat dipisahkan sampai akhir hayatnya. Semasa hidupnya hampir semua Mu’tamar Muhammadiyah pernah diikutinya. Sejak Mu’tamar ke-32 di Purwokerto pada tahun 1953, beliau mengikuti Mu’tamar ke-33 di Palembang (1956), Mu’tamar ke-34 di Yogyakarta (1959), Mu’tamar ke-35 di Jakarta (1962), Mu’tamar ke-36 di Bandung (1965), Mu’tamar ke-38 di Makasar (1971), Mu’tamar ke-40 di Surabaya (1977), Muu’tamar ke-41 di Surakarta (1980), Mu’tamar ke 42 di Yogyakarta (1985). Hanya Mu’tamar ke-39 di Padang (1973) yang tak sempat diikutinya, karena bersamaan dengan keberangkatannya ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji, dan ketika Mu’tamar ke-43 di Aceh (1990) berlangsung, beliau tak hadir karena usia yang sudah lanjut.

Suka dan duka telah beliau lalui dalam memimpin Muhammadiyah. Rintangan dan gangguan datang silih berganti. Namun kesemuanya itu sama sekali tidak mengendorkan semangatnya berjuang dalam Muhammadiyah. Beliau sangat meyakini bahwa hanya dengan menghidup suburkan persyarikatan Muhammadiyah, masyarakat Islam yang sebenar-benarnya akan dapat terwujud.

Dalam perjalanannya ke ranting-ranting tidak jarang beliau berjalan kaki berpuluh kilometer, di jalan yang licin dan berlumpur. Malam yang gelap gulita, sama sekali tidak menjadi rintangan. Dengan bersuluhkan obor, dan kadang-kadang ditengah hujan yang deras, dengan berpayung kecil sambil menjinjing tas dan sandal, beliau tetap berangkat ke tempat tujuan. Tidak jarang beliau meninggalkan keluarga sampai berhari-hari karena bermalam di ranting-ranting yang dikunjunginya itu. Suatu safari da’wah yang sangat melelahkan. Tetapi kesemua kesulitan dan kelelahan itu sirna begitu beliau sampai ditengah-tengah murid dan sahabat-sahabatnya serta warga Muhammadiyah yang sangat dicintainya.

PERISTIWA-PERISTIWA YANG MENGESANKAN

Banyak peristiwa yang sangat membekas dalam ingatan KHM. Usman, seperti yang pernah diceriterakannya kepada penulis dalam beberapa kesempatan. Baik ketika penulis sengaja datang ke rumah beliau, atau ketika dalam perjalanan ketika penulis menemani beliau pergi ke suatu tempat, atau ketika beliau sedang santai berbaring di tempat tidur sambil penulis memijiti kaki beliau.

Beliau berceritera sebagai berikut:

JANGAN COBA-COBA LARI, YA

“Ketika itu sedang ramai-ramainya tentara NICA masuk ke kampung-kampung mencari pemuda-pemuda yang bergabung dalam barisan perjuangan membela kemerdekaan. Umumnya para pemuda itu memakai lambang-lambang kebangsaan seperti gambar merah putih atau gambar bung Karno yang terbuat dari kaleng. Berapa banyak pemuda yang kedapatan oleh Nica memakai tanda-tanda itu dipukuli dan dianiaya. Ada pula yang diperintahkan untuk menelan lencana yang terbuat dari kaleng itu.

Suatu hari , ketika aku baru saja selesai buang hajat besar dijamban di dekat rumahku, tiba-tiba rumahku sudah dikepung oleh puluhan serdadu Nica. Beberapa orang diantaranya diantaranya menjemputku dengan wajah yang bengis seraya menghardikku : “Saudara kenal dengan Usman?”. ”Saya sendiri “ jawabku pelan. “Pekerjaan ?”. “Guru, tuan” jawabku dengan ketakutan. Sambil menodongkan senjatanya ke arahku, ia terus menggiringku ke rumahku. “Jangan coba-coba lari, ya!”, gertaknya lagi. Aku permisi dulu untuk mengganti pakaian, karena pakaian yang kukenakan ketika itu hanyalah kaos oblong dan kain sarung lusuh berwarna merah tua. Aku masuk kedalam rumah. Sengaja kupilih pakaian yang agak rapih karena akan menghadapi tamu yang menakutkan itu. Tanpa sadar kukenakan jas. Aku lupa bahwa jas itu terdapat gambar Bung Karno terbuat dari kaleng. Ketika aku keluar hampir semua mata menatap padaku. Diperhatikannya lencana yang menempel di jasku dengan teliti. Beberapa prajurit kembali menodongkan senjatanya padaku. Tetapi ajaib, entah apa sebabnya pimpinan Nica tiba-tiba memberi aba-aba. Seketika itu juga moncong senjata yang semula diarahkan kepadaku diarahkannya ke tempat lain. Alhamdulillah !

“Saudara kenal gambar siapa itu ?”, tanyanya padaku. Suaranya sudah agak menurun. “Ini adalah gambar presiden kami, Bung Karno”, jawabku. “Saudara cinta sama dia ?” tanyanya lagi. “Ya, dia presiden kami, dan kami mencintainya”, jawabku mantap. “Sekarang saudara lepaskan saja gambar itu, kalau bukan saya yang memeriksa tentu saudara sudah ditangkap”. Akupun melepaskan gambar itu dan kumasukan ke dalam saku jasku. “Jadi saudara bukan pelopor ?”, tanyanya lagi. “Saya hanya seorang guru, tuan. Saya mengajar dimadrasah”. “Kenapa murid-murid madrasah menghormati ketika kami datang?” tanyanya masih curiga. Rupanya sebelum datang kerumahku, mereka telah singgah di madrasah dan menemui murid-muridku. “Ooo, itu semata-mata kebiasaan sejak zaman Jepang”, jawabku lagi.

Rupanya mereka mulai percaya akan ucapan-ucapanku. Suara dan pandangannya sudah mulai bersahabat. Tetapi sebagian dari mereka sudah mulai menggeledah rumahku. Hatiku kembali kecut. Diatas lemari, dalam sebuah maf terdapat nama-nama dan bukti-bukti yang menunjukkan identitasku sebagai anggota pelopor. Dibongkarnya buku-buku dan isi almari. Diamat amatinya foto-foto yang ada didinding. Dan, alhamdulillah, map diatas lemari itu tak diperiksanya. Satu persatu mereka keluar dari rumahku. Dan aku diajaknya ke madrasah. Di madrasah, kembali murid-muridku memberi hormat. “Besok tak boleh menghormat seperti ini, ya”, katanya. Aku mengangguk. Ia tampak senang. Murid-muridku disuruhnya berbaris, dan masing-masing diberinya uang beberapa sen. Kemudian merekapun segera meninggalkan madrasah. Aku melepasnya dengan perasaan lega. Bahaya yang mengancam telah berlalu.

DIPANGGIL RESIDEN

Tetapi kesulitan rupanya masih belum mau pergi jauh dariku. Kata kawan-kawan, ketika tentara Nica itu akan pulang, mereka berjumpa dengan dua orang TKR yang sedang minum kopi di warung. Kedua anggota TKR itu langsung ditangkap dan dibawa ke Pasar Minggu.

Beberapa hari kemudian aku mendapat surat panggilan dari Residen Bogor untuk menghadap ke Bogor esok hari. Aku tak mengerti maksud surat panggilan itu. Hatiku merasa tak enak. Sore hari itu aku berangkat ke Bogor menumpang kereta api yang terakhir, dan bermalam dirumah seorang temanku disana. Pagi-pagi sekali aku sudah menghadap kantor Residen di Bogor. Kutemui Bapak Residen, dan beliau memanggil Kepala Polisi untuk mengintrogasiku.

“Saudara bernama Usman?”. Dia bertanya dengan suara keras. Suaranya terdengar bergetar menahan marah. Matanya tampak merah. Aku mulai berfikir-fikir, apa gerangan kesalahanku, ketika Kepala Polisiitu menggertak, “Saudara mata-mata Nica, ya”. Aku terperanjat bukan buatan. Selama ini aku telah banyak menghabiskan usiaku untuk membela rakyat. Aku menanamkan kesadaran masyarakat untuk hidup sebagai bangsa yang merdeka. Aku mendidik murid-muridku untuk mencintai tanah air, dan mencintai pemimpin-pemimpin bangsa. Bahkan baru beberapa hari yang lalu aku hampir saja mendapat bahaya lantaran mengenakan simbol-simbol perjuangan. Dan kini aku dituduh sebagai penghianat bangsa. Sebagai mata-mata Nica. Wahai, hati siapakah yang tak tergoncang menghadapi masalah seperti ini.

Tak terasa kakiku naik ke atas kursi, dan dengan suara bergetar menahan emosi aku berkata, “Tuan-tuan boleh menuduh saya sebagai kaki tangan Nica. Tuan-tuan boleh menganggap saya penghianat bangsa. Tetapi, Demi Allah, saya tidak serendah itu. Saya telah lama turut berjuang membangkitkan semangat rakyat didesa untuk mempertahankan kemerdekaan. Saya didik murid-murid saya menjadi manusia yang cinta kemerdekaan dan menentang segala macam bentuk penjajahan. Terserah kalau tuan-tuan tetap menuduh saya dengan tuduhan yang sehina itu”.

Agaknya ucapanku sedikit menurunkan kemarahan Kepala Polisi itu. Dengan suara yang agak rendah ia menyuruhku menceritakan tentang kedatangan tentara Nica. Akupun menceritakan peristiwa itu dengan sejujur-jujurnya. Mulai ketika Nica mengepung rumahku, menodongku, sampai ketika tentara itu memberika uang kepada murid-muridku. Juga mengenai anggota TKR yang tertangkap itu, yang kesemuanya terjadi bukan atas kemauanku dan diluar sepengetahuanku. Semuanya kuceritakan. Tak ada sedikitpun yang aku tutup-tutupi.

Pak Residen dan Kepala Polisi itu percaya atas segala keteranganku itu. Rupanya beliau mendapat laporan palsu mengenai kegiatanku di masyarakat. Tetapi kejadian itu rupanya membawa hikmah padaku, karena sejak saat itu aku banyak berkenalan dengan pimpinan-pimpinan rakyat yang ada keresidenan dan kabupaten Bogor. Dimasa-masa berikutnya hubunganku dengan pemimpin-pemimpin di Bogor semakin mudah dan lancar.

UANG REPUBLIK

Suatu ketika aku dipercayakan oleh pak Bupati untuk membagi-bagikan uang republik kepada masyarakat. Waktu itu keadaan ekonomi masyarakat sedang sulit- sulitnya. Uang sulit didapat, karena uang Jepang yang semula digunakan sebagai alat pembayaran resmi sudah ditarik dari peredaran. Dan sebagai gantinya diberlakukan uang Republik. Tetapi peredaran uang pengganti itu sangat sulit karena hambatan dari tentara Nica yang masih berkeliaran. Rupanya mereka sengaja mengacaukan ekonomi rakyat agar dapat kembali mengasai tanah air kita yang telah merdeka.

Bersama seorang teman aku dipanggil ke Bogor untuk mengurus penerimaan uang itu. Disana ditanyakan kesanggupanku melaksanakan tugas yang berat itu. Tugas berat kukatakan, karena tak banyak orang yang mau melaksanakan suatu tugas dimana nyawa menjadi taruhannya. Camat dan Lurah ditempat kami pun tidak berani menanggung resiko itu.

Sejenak akupun menjadi ragu. Tetapi ketika kuingat betapa sengsaranya rakyat yang hidup dalam dalam kesulitan ekonomi, semangat juangku bangkit. Aku tak menunggu pertanyaan dua kali ketika dengan mantap aku menjawab, “Sanggup”.

Beberapa tumpukan uang republik itu dengan hati-hati kumasukkan ke dalam karung goni yang berisi sayur-sayuran, dan kubawa ke stasion kereta api. Distasion beberapa serdadu Nica memeriksa karung yang kubawa. Ditusuk-tusuknya karung itu dengan bayonetnya. Ketika dia hanya menemukan sayur-sayuran, dibiarkannya aku membawa karung itu menaiki kereta api yang akan berangkat menuju Jakarta. Lagi-lagi aku menarik nafas panjang. Rupanya Allah tidak menyia-nyiakan hambanya yang bermaksud baik.

Tetapi kesulitan belum berakhir. Ketika sampai di stasion Pondokcina dan menurunkan karung berisi uang itu, Camat Sinda terburu-buru menemuiku. Dia memarahiku karena telah berani mengambil resiko dengan membawa uang republik itu, padahal Nica sedang galak-galaknya mengadakan pembersihan. “ Kembalikan uang itu ke Bogor, saya tak mau bertanggung jawab kalau terjadi sesuatu akibat uang itu “ katanya marah. “ Segera kembalikan uang itu “, serunya lagi. Aku bingung, apakah akan kukembalikan uang yang sudah kubawa dengan susah payah itu. Apalagi rakyat sangat memerlukannya. Dan untuk mengembalikan uang itupun bukan tanpa resiko.

Hubungan pribadiku dengan Camat Sinda memang cukup baik. Ketika diadakan pemilihan camat beberapa waktu yang lalu, kami berdua memang menjadi kandidat (calon). Dalam pemilihan, suara yang memilihku lebih banyak dari pada yang memilihnya. Tetapi aku tak menyanggupi jabatan itu karena aku ingin memusatkan perhatianku dalam membina madrasah. Jabatan itupun kuserahkan kepadanya. Jabatan itupun diterimanya dan akupun bersedia membantunya. Aku telah berusaha membantunya sedapat mungkin. Kepergianku ke Bogor mengambil uang itupun sebetulnya sekadar membantunya melaksanakan tugas-tugasnya sebagai pemimpin rakyat. Tetapi dia tak mau ikut bertanggungjawab.

Dia terus memaksaku mengembalikan uang itu. Kebetulan kereta api menuju Bogor memasuki stasion Pondokcina. Aku tak bisa berbuat lain. Karung itupun kuangkat dan kumasukan ke dalam kereta api yang akan berangkat menuju Bogor. Tiba-tiba aku melihat seorang pemuda bernama Hamzah. Kubisikan dia agar mau membantuku menyelamatkan karung berisi uang itu. Ternyata dia mau menuruti permintaanku.

Ketika kereta api berangkat dia sudah menunggu di ujung stasion sebelah selatan. Persis di dekat sinyal. Karung berisi uang itupun kudorong keluar dari kereta api dan berhasil diselamatkan oleh Hamzah sampai ke rumahku. Disitulah uang itu kubagi-bagikan dengan sembunyi-sembunyi karena takut tertangkap tentara Nica yang kejam itu. Aku sendiri mengambil jatah yang sama dengan yang lain. Aku merasa gembira telah dapat menolong rakyat yang sedang dalam kesulitan. Setelah habis uang itu kubagi-bagikan, Camat Sinda mendatangiku dan menanyakan tentang uang republik itu. Kukatakan bahwa uang itu telah habis kubagi-bagikan kepada rakyat. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepala menyaksikan kenekadanku.

MENYEWA TIGA GERBONG KERETA API

Ada lagi peristiwa yang sulit untuk kulupakan dalam kaitannya dengan masa-masa sulit ini. Masa itu beras sangat sulit didapat harganya pun mahal. Bahaya kelaparan seakan telah mengancam. Banyak rakyat yang menderita sakit busung lapar karena kurang makan.

Melihat keadaan seperti ini hatiku tergugah untuk membantu rakyat banyak memperoleh beras untuk makan. Dengan membawa uang yang dikumpulkan oleh teman-teman, aku bersama temanku Lihan yang tinggal di Pondokcina. Tempat yang kutuju adalah desa Buaran Cikampek.

Dengan menumpang kereta api aku berangkat bersama Lihan menuju Cikampek. Di desa Buaran, kudatangi rumah-rumah yang mempunyai persediaan beras untuk dijual. Di sana kami disambut oleh penduduk dengan ramah. Mereka menyediakan kami makan sepuasnya. Mereka turut membantu kami mengumpulkan beras, sehingga terkumpul cukup banyak. Aku terharu menyaksikan sambutan ramah mereka. Bayangkan, dimasa sulit beras seperti itu, mereka dengan tulus menyediakan kami makanan dan membantu mengumpulkan beras yang kami perlukan.

Beras yang terkumpul itu kami angkut dengan menyewa tiga gerbong kereta api. Aku membayangkan betapa gembiranya rakyat dikampung mendapatkan beras yang banyak seperti ini. Dengan terkantuk-kantuk aku pasrah dibawa kereta rel besi itu menuju Jakarta. Jeritan suara kereta api terasa sangat menyayat hati. Kwooooooong, kwong kwoong.

Ketika kereta api sampai di Purwakarta, beberapa anggota TKR (tentara Keamanan Rakyat) memeriksa gerbong-gerbong beras itu. Kepadaku ditanyakan surat perintah jalan dari pemerintah yang menyuruhku membawa beras itu. Aku baru sadar, aku tidak membawa surat sepotongpun. Dalam situasi sepertoi itu sepotong surat menjadi amat berharga untuk membuktikan identitas diri. Kujelaskan kepada anggota TKR itu bahwa beras itu untuk keperluan rakyat banyak. Tetapi ia tetap meminta surat jalan dariku.

Tak ada jalan lain, aku harus pulang dulu ke rumah mengambil surat jalan itu. Kepadanya kutitipkan tiga gerbong beras itu setelah sebelumnya digembuk oleh petugas stasiun. Maka kubuatlah surat itu dengan tulisan tangan, ku tandatangani sendiri dan ku setempel dengan cap kecamatan yang ada padaku. Seperti kuceriterakan, bahwa hubunganku dengan camat teramat dekat. Sampai setempel camat pun aku yang menyimpan. Andaikata stempel itu kubawa, tentunya aku tak susah-susah mengambil surat jalan seperti ini.

Akupun kembali menuju Purwakarta. Kalau kemarin aku berdua dengan Lihan, maka kali ini aku berangkat sendirian. Lihan tak ikut karena merasa capai setelah perjalanan yang melelahkan kemarin.

Tetapi lagi-lagi kesulitan datang menghadang. Di stasiun Kranji semua penum pang diturunkan dari kereta api. Kami semua diperintahkan untuk berjongkok sambil mengangkat tangan ke atas. Ternyata ada pemeriksaan dari tentara NICA. Satu persatu kami diperiksa. Beberapa orang yang kedapatan membawa tanda-tanda pro republik dikumpulkan di suatu tempat dengan cara yang amat kasar. Aku gemetar ketakutan. Betapa tidak, di saku bajuku terdapat surat perintah jalan yang dicap dengan stempel camat. Surat resmi yang menyatakan bahwa aku adalah seorang republikin. Aku merasa bahwa barangkali ajalku telah sampai. Dalam hati aku menyesal telah berangkat sendirian dalam perjalanan yang penuh resiko itu.

“Ya Allah, seandainya aku tertangkap, niscaya habislah riwayatku. Tak ada seorangpun dari keluarga dan teman-temanku yang tahu. Hanya Engkau yang tahu, ya Allah, oleh sebab itu tolonglah hamba-Mu dari kesulitan ini”, do’aku dalam hati.

Sejenak terasa hati agak tenang. Ketika orang didepanku berdiri, akupun berdiri, dan ketika orang yang didepanku itu berjalan setelah selesai diperiksa, akupun berjalan mengikutinya. Akupun luput dari pemeriksaan NICA yang kejam itu. “Allahu Akbar”. Lagi-lagi aku luput dari bahaya dalam situasi yang sesulit itu. Aku seakan-akan telah lolos dari lubang jarum. Aku bersyukur kepada Allah yang lagi-lagi telah menyelamatkan diriku dari mara bahaya.

Akupun melanjutkan perjalanan menuju Purwakarta untuk mengurus pengambilan beras yang kutinggal kemarin. Kereta api penuh sesak sehingga hampir saja aku tak jadi naik. Tetapi mengingat sulitnya kendaraan pada masa itu, akupun memaksakan diri untuk berangkat. Dengan berpegangan pada jendela kereta api dan kakiku menginjak besi kecil yang berada di pinggiran kereta api itu, aku turut menumpang sampai ke Purwakarta. Hampir saja tubuhku tak tahan dengan kondisi seperti itu. Kakiku keram. Perutku terasa sangat sakit, agaknya akibat masuk angin.

Di Purwakarta aku terpaksa menginap di rumah seorang penduduk yang berbaik hati mau menerimaku dalam kondisi sakit seperti itu. Dan esok paginya barulah aku menyelesaikan tugasku mengurus pengambilan beras itu.

Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar. Beras sebanyak itu berhasil kubawa sampai ke stasiun Pondokcina. Disitu rakyat berebutan membeli beras, dikoordinir oleh panitia kecil yang dibentuk oleh teman-temanku.

GEROMBOLAN PENGACAU KEAMANAN

Di tahun lima puluhan di Kukusan dan sekitarnya banyak terdapat gerombolan liar pengacau keamanan yang selalu mengganggu ketertiban kampung dan membahayakan keselamatan jiwa kami. Mereka sangat memusuhi kami karena kami mempunyai hubungan baik dengan pemerintah dan petugas-petugas keamanan kita.

Semula gerombolan liar itu adalah anggota barisan rakyat yang karena tidak memenuhi syarat tak diterima menjadi anggota TKR. Mereka merasa tak puas dengan kebijaksanaan pemerintah, sehingga mereka membentuk pasukan-pasukan liar yang bertujuan untuk mengacaukan keamanan. Seringkali kami menerima ancaman dari para pengacau itu. Bahkan bukan hanya ancaman, beberapa kali kami terlibat bentrokan fisik dengan mereka itu.

Suatu hari kami mendapat informasi bahwa pengacau-pengacau itu akan menyerbu. Kali laporkan informasi ini kepada fihak kepolisian di Depok, dan kami berjanji akan menghadapi pengacau itu bersama-sama. Ketika malam tiba dari sebelah utara kampungku terdengan suara tembakan yang sangat gencar. Kami menduga telah terjadi bentrokan fisik antara para pengacau dengan fihak kepolisian Beberapa pemuda mendatangi tempat itu. Ternyata mereka adalah pasukan pengacau yang menembaki penduduk kampung. Seorang diantara penduduk tewas tertembak. Beberapa pemuda yang tadi mendatangi tempat itu sempat berhadapan dengan para pengacau. Seorang diantaranya yaitu Muhammid, sempat ditangkap oleh pengacau itu.

Melihat keadaan itu, seorang pemuda melemparkan granat yang telah disiapkan ke arah para pengacau itu. Nguiiiiiing. Mendengar suara menguing itu para pengacau melepaskan korbannya dan melarikan diri menjauh dari tempat itu. Ternyata granat itu tak meledak. Allah Maha Besar. Andaikata geranat itu meledak, bukan hanya para pengacau itu saja yang mati, tetapi pemuda yang tertangkap dan rakyat banyak yang terperangkap oleh pengacau itu akan turut menjadi korban.

PUTERA PUTERI KHM USMAN

Dari perkawinannya dengan Ny. Jumi, KHM. Usman memperoleh enam anak laki-laki dan dua anak perempuan. Salah seorang diantaranya yaitu Muhammad Zainul Arifin telah meninggal dunia dalam usia kurang lebih dua tahun.

Adapun nama-nama putera dan puteri beliau selengkapnya adalah sebagai berikut:

1. Wazir Nuri, S.Ag., dilahirkan di Kukusan pada hari Sabtu tanggal 15 Syawal 1358 H bertepatan dengan tanggal 18 Desember 1939 M. Isterinya bernama Umi Kulsum, S.Ag. Dari hasil perkawinannya, lahir 3 anak laki-laki dan 3 anak perempuan, yaitu: Drs. Eka Firdaus, Dwi Fahrial, Tri Nuri Wahyuni, Catur Yusrosari, Dra. Yulia Faizati, dan Sad Fikri Maulana. Sebagai Pensiunan Pengawas pendidikan Agama Islam Departemen Agama, ia masih bekerja sebagai Kepala SMA Pelita Depok. Istrinya menjabat sebagai Pengawas Pendidikan Agama Islam di Kecamatan Sawangan. Menunaikan ibadah haji bersama istrinya pada tahun 1993.

2. Mohammad Karta, lahir pada hari Minggu tanggal 19 Sya’ban 1360 bertepatan dengan tanggal 2 Agustus 1942. Dari istrinya yang bernama Sri Mulyati, lahir 4 orang putera yaitu: Helmi Faried (Kapten TNI-AD), Haris Faisal, dan Riza Fahlevi. Seorang lagi wafat ketika baru berusia beberapa minggu, menyusul ibunya yang wafat setelah melahirkan anak keempat itu. Sepeninggal isterinya Sri Mulyati, Muhammad Karta menikah dengan seorang wanita bernama Haryati. Dari perkawinan tersebut lahir 2 anak perempuan yaitu: Mega Kusumawardani dan Anissa. Pekerjaan : Pengawas Pendidikan Agama di Jakarta Selatan dan istrinya bekerja sebagai guru pada salah satu Sekolah dasar Negeri di Depok I. Menunaikan ibadah haji ke tanah suci pada musim haji tahun 2001.

3. Sukarni, lahir di Kukusan pada hari Kamis tanggal 26 Syawal 1364 bertepatan dengan tanggal 4 Oktober 1945. Pekerjaan: Kepala TK. Aisyiyah Kukusan. Sukarni adalah isteri dari M. Zen Atendi, BA yang bekerja di salah satu Sekolah Dasar Negeri di Jakarta Selatan. Dari perkawinannya, lahir empat anak perempuan, yaitu: Dra. Anita Fistiana, Dra. Nurhikmah Hidayati, Helsi Sulmia, dan Intan Prihantini. Menunaikan Ibadah Haji pada tahun 1993.

4. Muhammad Zainul Arifin, lahir pada hari Selasa tanggal 26 Syawal 1367 bertepatan dengan tanggal 31 Agustus 1948, pukul 15.00 siang. Meninggal dalam usia kurang dari dua tahun, yaitu pada hari Selasa tanggal 10 Jumadilakhir 1369 H, bertepatan dengan tanggal 29 Juni 1950.

5. Muhammad Zaenal Abidin, lahir pada hari Selasa tanggal 25 Zulhijjah 1368 H, bertepatan dengan tanggal 18 Oktober 1949 di Kukusan. Pekerjaan: Sebagai Pegawai Negeri Sipil yang diperkerjakan sebagai Kepala Sekolah pada Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah Kukusan Depok. Isterinya bernama: Rusmiyati dan bekerja sebagai guru pada SD Negeri Beji IV Depok. Menunaikan ibadah haji pada tahun 1995. Dari perkawinan Zaenal Abidin dengan Rusmiyati, lahir empat orang anak yang terdiri dari tiga anak laki-laki dan satu anak perempouan, yaitu: Eriza Rahmasari (Euis), Indahsari, S.Sos. (Ende), Bayu Patriasari (Ayu), dan Bahri Kurniawan (A’i).

6. Siti Rozanah, lahir pada malam Senin, tanggal 23 Ramadhan 1371 H, bertepatan dengan tanggal 16 Juni 1952. Suaminya bernama Wangsa Sunardi yang bekerja sebagai karyawan Pertamina lebih dari 30 tahun di Sorong Irianjaya. Berangkat menunaikan ibadah haji pada tahun 1993 dari Sorong Irian Jaya. Dari perkawinannya lahir dua anak laki-laki dan dua anak perempuan, yaitu: Doddi Nasrullah Fitriyadi, Nurul Muslimah Kurniati, SH, Sari Nurhayati, dan Ali Wijaya.

7. Darus Solihin, lahir pada hari Jum’at tanggal 12 Zulhijjah 1375 H bertepatan dengan tanggal 20 Juli 1956 di Kukusan. Dari perkawinan dengan istrinya yang bernama Syamsiah, lahir seorang anak bernama bernama Yuanida Deswitri. Pekerjaan : Sebagai Pegawai Negeri Sipil (Guru) pada SMP Negeri di Ciganjur Jakarta Selatan, dan isterinya bekerja sebagai guru pada SD. Negeri Kukusan

8. Syamsul Alam, lahir pada hari Kamis malam Jum’at tanggal 20 januari 1960 di Kukusan. Bekerja sebagai wiraswasta. Istrinya bernama Ruminah yang bekerja sebagai pegawai negeri yang bertugas sebagai guru pada Sekolah Dasar Negeri di Kukusan. Dari perkawinannya lahir dua orang anak, yaitu: Ersya Wahdaresta dan Riza Nuari Alam.

AKHIR HAYATNYA

Beliau wafat dengan tenang pada tanggal hari Sabtu tanggal 11 Rabiulakhir 1420 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 24 Juli 1999 dalam usia 81 tahun. Beliau menghembuskan nafas terakhir di kampung kelahirannya Kukusan, di rumah puteranya yang kelima, Muhammad Zaenal Abidin, setelah menderita sakit beberapa lama. Sejak beberapa tahun sebelum wafatnya beliau tinggal bersama istrinya yang kedua, Yasih Rotasih, di Jalan Mujair I/195 Depok I, namun beberapa minggu menjelang dipanggil Allah swt menghadap ke hadirat-Nya, beliau menginap di rumah anak-anaknya secara bergilir.

Beliau wafat meninggalkan seorang istri dan tujuh anak yang kesemuanya telah berkeluarga, serta dua puluh empat orang cucu.

Kepulangan beliau dilepas dengan ikhlas oleh keluarga , murid-murid dan sahabat-sahabatnya sekalipun dengan kesedihan yang amat mendalam. Ribuan orang datang berta’ziyah dan menyalatkan jenazahnya. Di rumah duka silih berganti orang datang berta’ziyah dan mendo’akannya. Setelah disemayamkan untuk terakhir kalinya dan dishalatkan di mesjid Al-Mujahidin Kukusan, jenazah beliau dikebumikan di pemakaman Kelurahan Kukusan, berdampingan dengan makam istrinya, Jumi, yang telah wafat dua puluh tahun sebelumnya.

Semoga Allah menerima arwah almarhum, menerima segala amal ibadahnya, mengampuni segala dosa-dosanya, dan menempatkannya di tempat yang layak disisi-Nya. Amien ya mujiibas sailin.

Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.